Senin, 10 November 2008

Syaikh Baha'uddin Naqsyabandi


Syaikh Baha'uddin Naqsyabandi

Syaikh Naqsyabandi, Imam dari Thariqat Naqsyabandi yang tiada tandingannya. Beliau lahir pada tahun 1317 M, di desa Qasr al-'Arifan, di dekat Bukhara. Setelah beliau menguasai ilmu syari'ah pada usia muda 18 tahun, beliau tetap menemani Syaikh Muhammad Baba as-Samasi, yang merupakan seorang ahli hadits di Asia Tengah. Sepeninggal Syaikh-nya, beliau mengikuti Syaikh Amir Kulal, yang melanjutkan dan menyempurnakan pelatihannya baik dalam ilmu zhahir maupun bathin.

Murid-murid Syaikh Amir Kulal biasanya melakukan dzikr zahar (dengan suara keras) ketika duduk bersama, dan dzikir khafi (dalam hati) bilamana sedang sendirian. Walau tak pernah mengkritik ataupun keberatan, namun Syaikh Naqsyabandi lebih menyukai dzikir khafi. Mengenai hal ini, beliau berkata, "Terdapat dua cara berdzikir; satu khafi dan lainnya zahar. Saya memilih yang khafi karena dia lebih kuat dan oleh karenanya lebih disukai." Kemudian dzikir khafi inilah yang menjadi ciri pembeda Naqsybandiyya di antara thariqat-thariqat lainnya.

Syaikh Naqsyabandi melaksanakan ibadah Haji tiga kali, di mana setelah itu, beliau tinggal di Merv dan Bukhara. Menjelang akhir hayatnya, beliau kembali ke kampung halamannya, Qasr al-'Arifan. Pengajarannya dikutip di mana-mana dan namanya disebut oleh siapa saja. Pengunjung berdatangan dari berbagai penjuru untuk meminta nasihatnya. Mereka menerima pengajaran di sekolah dan masjidnya, suatu kompleks yang dapat menampung lebih dari lima ribu orang.

Sekolah ini merupakan pusat studi Islam yang terbesar di Asia Tengah dan masih ada hingga saat ini. Baru-baru ini bangunan tersebut direnovasi dan dibuka kembali setelah bertahan selama tujuh puluh tahun dalam masa pemerintahan komunis. Pengajaran Syaihh Naqsyabandi mengubah hati para muridnya dari kegelapan hingga menemukan cahaya. Beliau terus mengajarkan ilmu tentang Ke-Esaan Allah yang telah dikhususkan oleh para pendahulunya, dengan penekanan pada ihsan bagi para pengikutnya sesuai hadits Rasulullah, "Ihsan adalah beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya."

Ketika Syaikh Naqsybandi wafat, beliau dimakamkan di kebunnya, sebagaimana permintaannya. Raja-raja penerus Bukhara merawat madrasah dan masjidnya. Mereka memperluas dan menambahkan waqafnya. Syaikh-Syaikh penerus Thariqat Naqsyabandi menuliskan banyak biografi tentang Syaikh Naqsyabandi. Salah satunya adalah Mas'ud al-Bukhari dan Syarif al-Jarjani, yang menyusun Awrad Baha'uddin yang menceritakan tentang kehidupan beliau dan karya-karyanya termasuk fatwanya.

Syaikh Muhammad Parsa, yang wafat di Madinah pada tahun 822 H (1419 M) menulis Risalah Qudsiyyah yang di dalamnya terdapat tulisan tentang kehidupan Syaikh Naqsyabandi, kehebatan-kehebatannya, serta pengajaran-pengajarannya. Tulisan-tulisan warisan Syaikh Naqsyabandi mencakup beberapa buku. Di antaranya adalah Awrad an-Naqsybandiyyah, wiridan Syaikh Naqsyabandi. Buku lainnya adalah Tanbih al-Ghafilin. Buku ketiga adalah Maslakul Anwar. Yang keempat adalah Hidayyatu-s-Salikan wa Tuhfat at-Talibin.

Beliau meninggalkan banyak pernyataan hormat memuji Rasulullah dan beliau pun menulis banyak aturan. Salah satu pendapatnya adalah bahwa semua jenis dan praktek peribadatan yang berbeda, baik yang wajib maupun sunnat, diperbolehkan bagi para muridnya dalam rangka mencapai kebenaran. Shalat, puasa, zakat, mujahadah (berusaha keras) dan zuhud (penyangkalan diri) ditekankan sebagai jalan menuju Allah Yang Maha Kuasa.

Syaikh Naqsyabandi membangun sekolahnya atas dasar pembaharuan pengajaran agama Islam. Beliau menggarisbawahi pentingnya mengamalkan al-Qur'an dan pengajaran Sunnah. Ketika mereka bertanya kepada beliau, "Apa persyaratan bagi yang ingin mengikuti thariqatmu?" Beliau menjawab, "Mengikuti Sunnah Rasulullah." Beliau lalu melanjutkan, "Thariqat kami adalah sesuatu yang langka. Yang menjaga 'Urwat ul-Wutsqa, ikatan yang tak terputuskan, dan tak meminta apapun dari pengikutnya melainkan untuk selalu memegang teguh Sunnah yang murni dari Rasulullah SAW dan mengikuti jalan para Sahabat dalam ijtihad (usaha untuk Allah) mereka.

Sekolah Naqsyabandi merupakan jalan termudah dan paling sederhana bagi para murid untuk memahami tauhid. Dia mengharuskan pengikutnya untuk mencari peribadatan yang sempurna kepada Allah baik secara umum maupun pribadi dengan jalan melaksanakan adab Sunnah Rasulullah secara sempurna. Juga mendorong orang agar menjalankan jenis ibadah yang paling ketat ('azhima) dan untuk mengabaikan keringanan (rukhsah). Juga terbebas dari bias dan bid'ah.

Dia tak menuntut pemeluknya untuk terus-menerus berada dalam keadaan lapar dan terjaga. Begitulah Naqsyabandiyyah telah mengatur agar tetap terpelihara dari pengaruh-pengaruh orang yang kurang faham dan orang yang pura-pura mengetahui banyak hal (musya'wazan). Ringkasnya, bisa dikatakan bahwa thariqat Naqsybandiyyah adalah ibu dari semua thariqat dan penunjuk bagi seluruh kepercayaan spiritual. Inilah jalan yang paling aman, paling bijak, serta paling jelas. Inilah maqam pelepas dahaga termurni, saripati yang tersuling. Naqsybandiyyah tak ada hubungannya dengan serangan apapun karena menjalankan Sunnah Rasulullah tercinta." (imma)
Syaikh Baha'uddin Naqsyabandi

Syaikh Naqsyabandi, Imam dari Thariqat Naqsyabandi yang tiada tandingannya. Beliau lahir pada tahun 1317 M, di desa Qasr al-'Arifan, di dekat Bukhara. Setelah beliau menguasai ilmu syari'ah pada usia muda 18 tahun, beliau tetap menemani Syaikh Muhammad Baba as-Samasi, yang merupakan seorang ahli hadits di Asia Tengah. Sepeninggal Syaikh-nya, beliau mengikuti Syaikh Amir Kulal, yang melanjutkan dan menyempurnakan pelatihannya baik dalam ilmu zhahir maupun bathin.

Murid-murid Syaikh Amir Kulal biasanya melakukan dzikr zahar (dengan suara keras) ketika duduk bersama, dan dzikir khafi (dalam hati) bilamana sedang sendirian. Walau tak pernah mengkritik ataupun keberatan, namun Syaikh Naqsyabandi lebih menyukai dzikir khafi. Mengenai hal ini, beliau berkata, "Terdapat dua cara berdzikir; satu khafi dan lainnya zahar. Saya memilih yang khafi karena dia lebih kuat dan oleh karenanya lebih disukai." Kemudian dzikir khafi inilah yang menjadi ciri pembeda Naqsybandiyya di antara thariqat-thariqat lainnya.

Syaikh Naqsyabandi melaksanakan ibadah Haji tiga kali, di mana setelah itu, beliau tinggal di Merv dan Bukhara. Menjelang akhir hayatnya, beliau kembali ke kampung halamannya, Qasr al-'Arifan. Pengajarannya dikutip di mana-mana dan namanya disebut oleh siapa saja. Pengunjung berdatangan dari berbagai penjuru untuk meminta nasihatnya. Mereka menerima pengajaran di sekolah dan masjidnya, suatu kompleks yang dapat menampung lebih dari lima ribu orang.

Sekolah ini merupakan pusat studi Islam yang terbesar di Asia Tengah dan masih ada hingga saat ini. Baru-baru ini bangunan tersebut direnovasi dan dibuka kembali setelah bertahan selama tujuh puluh tahun dalam masa pemerintahan komunis. Pengajaran Syaihh Naqsyabandi mengubah hati para muridnya dari kegelapan hingga menemukan cahaya. Beliau terus mengajarkan ilmu tentang Ke-Esaan Allah yang telah dikhususkan oleh para pendahulunya, dengan penekanan pada ihsan bagi para pengikutnya sesuai hadits Rasulullah, "Ihsan adalah beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya."

Ketika Syaikh Naqsybandi wafat, beliau dimakamkan di kebunnya, sebagaimana permintaannya. Raja-raja penerus Bukhara merawat madrasah dan masjidnya. Mereka memperluas dan menambahkan waqafnya. Syaikh-Syaikh penerus Thariqat Naqsyabandi menuliskan banyak biografi tentang Syaikh Naqsyabandi. Salah satunya adalah Mas'ud al-Bukhari dan Syarif al-Jarjani, yang menyusun Awrad Baha'uddin yang menceritakan tentang kehidupan beliau dan karya-karyanya termasuk fatwanya.

Syaikh Muhammad Parsa, yang wafat di Madinah pada tahun 822 H (1419 M) menulis Risalah Qudsiyyah yang di dalamnya terdapat tulisan tentang kehidupan Syaikh Naqsyabandi, kehebatan-kehebatannya, serta pengajaran-pengajarannya. Tulisan-tulisan warisan Syaikh Naqsyabandi mencakup beberapa buku. Di antaranya adalah Awrad an-Naqsybandiyyah, wiridan Syaikh Naqsyabandi. Buku lainnya adalah Tanbih al-Ghafilin. Buku ketiga adalah Maslakul Anwar. Yang keempat adalah Hidayyatu-s-Salikan wa Tuhfat at-Talibin.

Beliau meninggalkan banyak pernyataan hormat memuji Rasulullah dan beliau pun menulis banyak aturan. Salah satu pendapatnya adalah bahwa semua jenis dan praktek peribadatan yang berbeda, baik yang wajib maupun sunnat, diperbolehkan bagi para muridnya dalam rangka mencapai kebenaran. Shalat, puasa, zakat, mujahadah (berusaha keras) dan zuhud (penyangkalan diri) ditekankan sebagai jalan menuju Allah Yang Maha Kuasa.

Syaikh Naqsyabandi membangun sekolahnya atas dasar pembaharuan pengajaran agama Islam. Beliau menggarisbawahi pentingnya mengamalkan al-Qur'an dan pengajaran Sunnah. Ketika mereka bertanya kepada beliau, "Apa persyaratan bagi yang ingin mengikuti thariqatmu?" Beliau menjawab, "Mengikuti Sunnah Rasulullah." Beliau lalu melanjutkan, "Thariqat kami adalah sesuatu yang langka. Yang menjaga 'Urwat ul-Wutsqa, ikatan yang tak terputuskan, dan tak meminta apapun dari pengikutnya melainkan untuk selalu memegang teguh Sunnah yang murni dari Rasulullah SAW dan mengikuti jalan para Sahabat dalam ijtihad (usaha untuk Allah) mereka.

Sekolah Naqsyabandi merupakan jalan termudah dan paling sederhana bagi para murid untuk memahami tauhid. Dia mengharuskan pengikutnya untuk mencari peribadatan yang sempurna kepada Allah baik secara umum maupun pribadi dengan jalan melaksanakan adab Sunnah Rasulullah secara sempurna. Juga mendorong orang agar menjalankan jenis ibadah yang paling ketat ('azhima) dan untuk mengabaikan keringanan (rukhsah). Juga terbebas dari bias dan bid'ah.

Dia tak menuntut pemeluknya untuk terus-menerus berada dalam keadaan lapar dan terjaga. Begitulah Naqsyabandiyyah telah mengatur agar tetap terpelihara dari pengaruh-pengaruh orang yang kurang faham dan orang yang pura-pura mengetahui banyak hal (musya'wazan). Ringkasnya, bisa dikatakan bahwa thariqat Naqsybandiyyah adalah ibu dari semua thariqat dan penunjuk bagi seluruh kepercayaan spiritual. Inilah jalan yang paling aman, paling bijak, serta paling jelas. Inilah maqam pelepas dahaga termurni, saripati yang tersuling. Naqsybandiyyah tak ada hubungannya dengan serangan apapun karena menjalankan Sunnah Rasulullah tercinta." (imma)

Tidak ada komentar: