Senin, 10 November 2008

Al Zahrawi


Al Zahrawi

Dalam dunia kedokteran, nama Albucasis alias Al Zahrawi tidak pernah luntur. Apalagi bila merunut pada penemuan penyakit hemofilia. Penyakit ini sebenarnya telah ada sejak lama sekali, dan belum memiliki nama. Talmud, yaitu sekumpulan tulisan para rabi Yahudi, 2 abad setelah Masehi menyatakan bahwa seorang bayi laki-laki tidak harus dikhitan jika dua kakak laki-lakinya mengalami kematian akibat dikhitan.

Al Zahrawi pada abad ke-12 menulis dalam bukunya mengenai sebuah keluarga yang setiap anak laki-lakinya meninggal setelah terjadi perdarahan akibat luka kecil. Ia menduga hal tersebut tidak terjadi secara kebetulan. Kata hemofilia pertama kali muncul pada sebuah tulisan yang ditulis oleh Hopff di Universitas Zurich, tahun 1828. Dan menurut ensiklopedia Britanica, istilah hemofilia (haemophilia) pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter berkebangsaan Jerman, Johann Lukas Schonlein (1793 - 1864), pada tahun 1928. Lukas menelusur aneka catatan kedokteran, termasuk tulisan Al Zahrawi atau Albucasis itu.

Albucasis lahir sebagai Abu al-Qasim Khalaf bin Abbas Al-Zahrawi di Al Zahra'a, 6 mil utara Cordoba di Andalusia (sekarang Spanyol), tahun 936. Dia mengawali karirnya sebagai dokter bedah dan pengajar di beberapa sekolah kedokteran. Namanya mulai menjadi perbincangan di dunia kedokteran setelah dia meluncurkan buku yang kemudian menjadi buku paling populer di dunia kedokteran, At-Tasrif liman 'Ajiza 'an at-Ta'lif (Metode Pengobatan).

Dalam buku itu, ia banyak menguraikan tentang hal-hal baru dalam operasi medis. Apa yang ditulisnya merupakan cetak biru dari apa yang dilakukannya selama 50 tahun melang melintang dalam dunia pengobatan. Bahkan, bukunya dianggap sebagai ikhtisar ensiklopedi kedokteran. Al Zahrawi juga menciptakan sejumlah alat bantu operasi. Ada tiga kelompok alat yang diciptakannya, yaitu instrumen untuk mengoperasi bagian dalam telinga, instrumen untuk inspeksi internal saluran kencing, dan instrumen untuk membuang sel asing dalam kerongkongan.

Di atas semua itu, ia terkenal sebagai pakar operasi yang piawai mengaplikasikan aneka teknik paling tidak untuk 50 jenis operasi yang berbeda. Dia jugalah yang pertama menguraikan secara detil operasi klasik terhadap kanker payudara, lithotrities untuk 'menggempur' batu ginjal, dan teknik membuang kista di kelenjar tiroid. Dia juga termasuk salah satu penggagas operasi plastik, atau setidaknya, dialah yang memancangkan prosedur bedah plastik pertama kali.

Dalam bukunya, Al-Tasrif, Al-Zahrawi mendiskusikan tentang penyiapan aneka obat-obatan yang diperlukan untuk penyembuhan pasca operasi, yang dalam dunia pengobatan modern dikenal sebagai ophthalmologi atau sejenisnya. Dalam penyiapan obat-obatan itu, ia mengenalkan tehnik sublimasi. Al Zahrawi juga ahli dalam bidang kedoteran gigi. Bukunya memuat beberapa piranti penting dalam perawatan gigi. Misalnya thereof, alat yang sangat vital dalam operasi gigi.

Di buku yang sama, ia juga mendiskusikan beberapa kelainan pada gigi dan problem deformasi gigi serta bagaimana cara untuk mengoreksinya. Ia juga memciptakan sebuah teknik untuk menyiapkan gigi artifisial dan cara memasangnya. Al-Tasrif dialihbahasakan ke dalam bahasa Latin pada abad pertengahan oleh Gherard of Cremona. Sejumlah editor lain di Eropa mengikutinya, dengan menerjemahkannya ke dalam bahasa mereka. Buku dengan sejumlah diagram dan ilustrasi alat bedah yang digunakan Al Zahrawi ini kemudian masuk ke kampus-kampus dan menjadi buku wajib mahasiswa kedokteran.

Al Zahrawi disebut oleh Pietro Argallata (meninggal tahun 1423) sebagai "Pimpinan segala operasi bedah tanpa keraguan". Jacques Delechamps (1513-1588), ahli bedah Prancis lainnya, menyebut Al Zahrawi sebagai pemikir jempolan abad pertengahan hingga Renaissance. Ia merujuk komentarnya pada kitab At Tasrif karya Al Zahrawi yang banyak dirujuk dokter-dokter pada masa itu.

Al Zahrawi menjadi pakar kedokteran populer di zamannya. Bahkan hingga lima abad setelah kematiannya, bukunya tetap menjadi buku wajib bagi para dokter di berbagai belahan dunia. Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan kedokterannya, menurut Dr Cambell, pakar sejarah pengobatan Arab, dimasukkan dalam kurikulum fakultas kedokteran di seluruh belahan Eropa. Dia juga dikenal sebagai fisikawan andal kebanggaan Raja Al-Hakam II dari Spanyol. Setelah malang melintang di dunia kedokteran dengan sejumlah temuan baru, Al Zahrawi berpulang pada tahun 1013. Namanya tercatat dengan tinta emas dalam dunia kedokteran modern hingga kini.

Tidak ada komentar: