Senin, 10 November 2008

Rasa kasih yang terlihat di Mata


RASA KASIH TERLIHAT DALAM MATA

Sore itu adalah sore yang sangat dingin di Virginia bagian utara, berpuluh-puluh tahun yang

lalu. Janggut si orang tua dilapisi es musim dingin selagi ia menunggu tumpangan

menyeberangi sungai. Penantiannya seakan tak berakhir. Tubuhnya menjadi mati rasa dan

kaku akibat angin utara yang dingin.

Samar-samar ia mendengar irama teratur hentakan kaki kuda yang berlari mendekat di atas

jalan yang beku itu. Dengan gelisah iamengawasi beberapa penunggang kuda memutari

tikungan.

Ia membiarkan beberapa kuda lewat, tanpa berusaha untuk menarik perhatian. Lalu, satu lagi

lewat, dan satu lagi. Akhirnya, penunggang kuda yang terakhir mendekati tempat si orang tua

yang duduk seperti patung salju.

Saat yang satu ini mendekat, si orang tua menangkap mata si penunggang...dan ia pun berkata,

"Tuan, maukah anda memberikan tumpangan pada orang tua ini ke seberang ? Kelihatannya

tak ada jalan untuk berjalan kaki."

Sambil menghentikan kudanya, si penunggang menjawab, "Tentu. Naiklah." Melihat si orang

tua tak mampu mengangkat tubuhnya yang setengah membeku dari atas tanah, si penunggang

kuda turun dan menolongnya naik ke atas kuda.

Si penunggang membawa si orang tua itu bukan hanya ke seberang sungai, tapi terus ke

tempat tujuannya, yang hanya berjarak beberapa kilometer. Selagi mereka mendekati pondok

kecil yang nyaman, rasa ingin tahu si penunggang kuda atas sesuatu, mendorongnya untuk

bertanya,

"Pak, saya lihat tadi bapak membiarkan penunggang2 kuda lain lewat, tanpa berusaha meminta

tumpangan. Saya ingin tahu kenapa pada malam musim dingin seperti ini Bapak mau menunggu

dan minta tolong pada penunggang terakhir. Bagaimana kalau saya tadi menolak dan

meninggalkan bapak di sana?"

Si orang tua menurunkan tubuhnya perlahan dari kuda, memandang langsung mata si

penunggang kuda dan menjawab, "Saya sudah lama tinggal di daerah ini. Saya rasa saya cukup

kenal dengan orang."

Si orang tua melanjutkan, "Saya memandang mata penunggang yang lain, dan langsung tahu

bahwa di situ tidak ada perhatian pada keadaan saya. Pasti percuma saja saya minta

tumpangan.

Tapi waktu saya melihat matamu, kebaikan hati dan rasa kasihmu terasa jelas ada pada

dirimu. Saya tahu saat itu juga bahwa jiwamu yang lembut akan menyambut kesempatan

untuk memberi saya pertolongan pada saat saya membutuhkannya."

Komentar yang menghangatkan hati itu menyentuh si penunggang kuda dengan dalam. "Saya

berterima kasih sekali atas perkataan bapak", ia berkata pada si orang tua. "Mudah-mudahan

saya tidak akan terlalu sibuk mengurus masalah saya sendiri hingga saya gagal menanggapi

kebutuhan orang lain.."

Seraya berkata demikian, Thomas Jefferson, si penunggang kuda itu, memutar kudanya dan

melanjutkan perjalanannya menuju ke Gedung Putih.

The Sower's Seeds - Brian Cavanaugh.

Kau tak akan pernah tahu kapan kau akan memerlukan orang lain, atau kapan seseorang

memerlukanmu. Kebijakan dari seluruh hidupmu melukis sebuah citra dimatamu, yang

membantu orang lain melihat, menemukan pertolongan yang ia butuhkan, dan bahwa masih ada

keutamaan lain di dunia ini dari pada sekedar peduli dengan dirimu sendiri, yaitu

kepedulianmu pada orang lain, sahabatmu atau benar-benar orang lain.

Maka bila ada sahabat atau seseorang memerlukan perhatian atau bantuanmu, atau meminta

maaf atas satu kesalahan, itu karena ia menghormati dan menghargai kebaikan yang pasti ada

dalam jiwamu. Kau dapat menghormati juga permintaan itu, atau kau meninggalkannya di

tengah jalan sendirian.

Tidak ada komentar: