Senin, 10 November 2008

KALUNG ANISA


KALUNG ANISA


Ini cerita tentang Anisa, seorang gadis kecil yang ceria berusia Lima tahun. Pada suatu sore,

Anisa menemani Ibunya berbelanja di suatu supermarket. Ketika sedang menunggu giliran

membayar, Anisa melihat sebentuk kalung mutiara mungil berwarna putih berkilauan,

tergantung dalam sebuah kotak berwarna pink yang sangat cantik.

Kalung itu nampak begitu indah, sehingga Anisa sangat ingin memilikinya. Tapi... Dia tahu,

pasti Ibunya akan berkeberatan. Seperti biasanya, sebelum berangkat ke supermarket dia

sudah berjanji tidak akan meminta apapun selain yang sudah disetujui untuk dibeli.

Dan tadi Ibunya sudah menyetujui untuk membelikannya kaos kaki ber-renda yang cantik.

Namun karena kalung itu sangat indah, diberanikannya bertanya.

"Ibu, bolehkah Anisa memiliki kalung ini? Ibu boleh kembalikan kaos kaki yang tadi... "

Sang Bunda segera mengambil kotak kalung dari tangan Anisa. Dibaliknya tertera harga Rp

15,000.

Dilihatnya mata Anisa yang memandangnya dengan penuh harap dan cemas. Sebenarnya dia

bisa saja langsung membelikan kalung itu, namun ia tak mau bersikap tidak konsisten...

"Oke ... Anisa, kamu boleh memiliki Kalung ini. Tapi kembalikan kaos kaki yang kau pilih tadi.

Dan karena harga kalung ini lebih mahal dari kaos kaki itu, Ibu akan potong uang tabunganmu

untuk minggu depan. Setuju ?"

Anisa mengangguk lega, dan segera berlari riang mengembalikan kaos kaki ke raknya.

"Terimakasih..., Ibu"

Anisa sangat menyukai dan menyayangi kalung mutiaranya. Menurutnya, kalung itu

membuatnya nampak cantik dan dewasa. Dia merasa secantik Ibunya. Kalung itu tak pernah

lepas dari lehernya, bahkan ketika tidur.

Kalung itu hanya dilepasnya jika dia mandi atau berenang. Sebab,kata ibunya, jika basah,

kalung itu akan rusak, dan membuat lehernya menjadi hijau...

Setiap malam sebelum tidur, ayah Anisa membacakan cerita pengantar tidur. Pada suatu

malam, ketika selesai membacakan sebuah cerita,

Ayah bertanya "Anisa..., Anisa sayang Enggak sama Ayah ?"

"Tentu dong... Ayah pasti tahu kalau Anisa sayang Ayah !"

"Kalau begitu, berikan kepada Ayah kalung mutiaramu...

"Yah..., jangan dong Ayah ! Ayah boleh ambil "si Ratu" boneka kuda dari nenek... ! Itu

kesayanganku juga

"Ya sudahlah sayang,... ngga apa-apa !". Ayah mencium pipi Anisa sebelum keluar dari kamar

Anisa.

Kira-kira seminggu berikutnya, setelah selesai membacakan cerita, Ayah bertanya lagi,

"Anisa..., Anisa sayang nggak sih, sama Ayah?"

"Ayah, Ayah tahu bukan kalau Anisa sayang sekali pada Ayah?".

"Kalau begitu, berikan pada Ayah Kalung mutiaramu."

"Jangan Ayah... Tapi kalau Ayah mau, Ayah boleh ambil boneka Barbie ini.."Kata Anisa seraya

menyerahkan boneka Barbie yang selalu menemaninya bermain.

Beberapa malam kemudian, ketika Ayah masuk ke kamarnya, Anisa sedang duduk di atas

tempat tidurnya. Ketika didekati, Anisa rupanya sedang menangis diam-diam. Kedua

tangannya tergenggam di atas pangkuan. air mata membasahi pipinya..."Ada apa Anisa, kenapa

Anisa ?" Tanpa berucap sepatah pun, Anisa membuka tangannya.

Di dalamnya melingkar cantik kalung mutiara kesayangannya" Kalau Ayah mau...ambillah kalung

Anisa"

Ayah tersenyum mengerti, diambilnya kalung itu dari tangan mungil Anisa. Kalung itu

dimasukkan ke dalam kantong celana. Dan dari kantong yang satunya, dikeluarkan sebentuk

kalung mutiara putih...sama cantiknya dengan kalung yang sangat disayangi Anisa..."Anisa... ini

untuk Anisa. Sama bukan ? Memang begitu nampaknya, tapi kalung ini tidak akan membuat

lehermu menjadi hijau"

Ya..., ternyata Ayah memberikan kalung mutiara asli untuk menggantikan kalung mutiara

Imitasi anisa, Demikian pula halnya dengan Allah S.W.T. terkadang Dia meminta sesuatu dari kita, karena

Dia berkenan untuk menggantikannya dengan yang lebih baik. Namun, kadang-kadang kita

seperti atau bahkan lebih naif dari Anisa : Menggenggam erat sesuatu yang kita anggap amat

berharga, dan oleh karenanya tidak ikhlas bila harus kehilangan. Untuk itulah perlunya sikap

ikhlas, karena kita yakin tidak akan Allah mengambil sesuatu dari kita jika tidak akan

menggantinya dengan yang lebih baik.

Sumber : Daarut tauhiid

Tidak ada komentar: